Oleh : Vania Salsabila
Kita tentu sering mendengar istilah “inner beauty”. Istilah ini merujuk pada keindahan yang berasal dari dalam diri seseorang atau kecantikan batin. Inner beauty meliputi nilai-nilai positif yang ditunjukkan melalui karakter, pikiran, dan perilaku yang baik.
Banyak orang yang menganggap kecantikan dari dalam lebih penting daripada kecantikan dari luar atau kecantikan fisik. Hal ini karena inner beauty sering diidentikkan dengan masalah hati atau jiwa sehingga tertidur langsung dengan kebahagiaan.
Sebuah penelitian pada tahun 2020 mengungkapkan adanya hubungan harga diri dan harapan seseorang dengan tingkat kebahagiaan mereka. Penelitian ini dilakukan terhadap 49 orang rentang usia remaja hingga dewasa awal yang menjadi korban hubungan beracun.
Hasilnya menunjukkan orang dengan harga diri yang kuat cenderung ingin melepaskan hubungan tersebut. Sebagian lainnya berupaya memperbaiki perilaku pasangan dengan harapan agar hubungan lebih sehat.
Kecenderungan tersebut dipicu oleh adanya emosi positif dan kognisi positif yang muncul dari sikap menghargai diri sendiri. Harga diri dan rasa syukur membuat seseorang melakukan evaluasi positif terhadap hidupnya hingga tumbuh rasa bahagia dan damai.
Ikhlas dan mampu menerima kenyataan ikut membantu mendorong seseorang agar segera menyesuaikan diri dengan situasi, tidak menyalahkan diri sendiri, dan mencoba menerima kenyataan dan move on.
Orang-orang dengan harga diri yang kuat akan cenderung beradaptasi dengan lingkungan, berpura-pura positif, dan berekspresi, serta berhasil dalam kehidupan akademik dan sosial, sehingga memperoleh kepuasan hidup.
Selain memiliki harga diri yang kuat, korelasi inner beauty dengan kesehatan mental dapat dilihat pada orang yang berpikiran positif. Orang yang berpikiran positif, umumnya akan berusaha mencari solusi daripada meluapkan emosi secara berlebihan saat menghadapi masalah.
Penelitian Masithoh dan kawan-kawan pada tahun 2016 yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan menemukan bahwa pemikiran positif berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah.
Penelitian terhadap 15 orang penderita darah tinggi ini diminta menerapkan pemikiran positif. Hasilnya, mereka yang berpikir hal-hal baik cenderung merasa nyaman dan rileks sehingga stres berkurang.
Secara fisiologis, mekanisme penurunan stres distimulasi oleh konsentrasi katekolamin plasma, yaitu suatu hormon dalam kelenjar adrenal yang mempengaruhi stres.
Berpikir positif bukan hanya soal optimisme. Ikhlas dan berdamai dengan keadaan juga bagian dari pemikiran positif
Sementara itu, makna baik kepada diri sendiri maupun orang lain merupakan salah satu bentuk inner beauty.
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa menolong orang lain dapat mengurangi stress, meningkatkan mood dan rasa percaya diri, serta kebahagiaan. Hal ini terutama berkaitan dengan pembentukan koneksi sosial yang dapat mengurangi prasangka buruk terhadap orang lain. Selain itu, koneksi sosial juga berpengaruh untuk menurunkan ego dan mengurangi fokus seseorang terhadap kondisi negatif yang dimilikinya.
Selain berbuat baik kepada orang lain, bersikap baik pada diri sendiri juga tak kalah pentingnya. Bersikap baik terhadap diri sendiri dapat dilakukan melalui self-affirmation atau pengakuan diri.
Self-affirmation merupakan cara untuk meyakinkan diri sendiri dengan fokus pada kekuatan dan pencapaian pribadi. Orang yang mampu mengakui kekuatan dan keberhasilannya sendiri cenderung merasa tenang dan damai.
Kemampuan untuk meyakinkan dan menguatkan diri sendiri dapat mempengaruhi sistem saraf parasimpatis dan saraf simpatik untuk merangsang sekresi endorphin. Rangsangan ini memicu penurunan tekanan darah, memperlambat pernapasan, dan mengurangi ketegangan dalam tubuh. Efeknya, tingkat stres menjadi berkurang.
Meski inner beauty berarti adalah kecantikan di dalam, bukan berarti kita mengabaikan kecantikan luar atau outer beauty. Faktanya, menjaga kecantikan fisik merupakan salah satu cara untuk memancarkan inner beauty.
Inner beauty dapat terpancar apabila seseorang menjaga kondisi fisiknya tetap sehat, di antaranya dengan konsumsi makanan bergizi dan berolahraga. Selain itu, menghindari kebiasaan buruk seperti merokok, mengonsumsi alkohol dan makanan cepat saji juga amat penting.
Penelitian cross-sectional oleh Tanihata pada tahun 2012 mengungkapkan, remaja yang merokok memiliki risiko 1,5 kali lebih besar mengalami gangguan kesehatan mental.
Sementara, pada penelitian lainnya menunjukkan perokok aktif cenderung 2 kali lebih beresiko mengalami depresi dibandingkan orang yang tidak pernah atau telah berhenti merokok.
Tidak hanya merokok, kebiasaan mengonsumsi alkohol, makanan cepat saji, hingga melakukan diet tidak sehat juga berdampak negatif bagi kesehatan mental. Hasil temuan tersebut menunjukkan usia remaja sangat rentan terhadap masalah kesehatan mental, mengingat kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol dimulai ketika anak-anak berada di masa remaja.
Di Korea Selatan, remaja yang mengonsumsi makanan cepat saji atau minuman berakohol berlebih lebih mungkin mengalami penuruan kualitas tidur 0,81 kali lebih rendah.
Sering mengonsumsi makanan cepat saji juga berdampak terhadap kesehatan fisik yang menurun. Jika tidak segera dihentikan dapat menimbulkan depresi, kecemasan, agresi, kebingungan, hingga insomnia.
Berbanding terbalik dengan temuan di atas, menjaga pola hidup sehat dengan engonsumsi buah dan sayur dan sarapan teratur memiliki efek protektif terhadap gangguan kesehatan mental pada remaja, serta terbukti mengurangi tekanan mental dan depresi.
Sebaliknya, sampel pada penelitian yang dilakukan di tiga negara di Eropa dan China menunjukkan penurunan konsumsi buah dan sayur dikaitkan dengan peningkatan gejala depresi.
Selain mengonsumsi makanan bergizi, meningkatkan aktivitas fisik melalui olahraga juga sangat baik untuk mengurangi stres dan menjaga tubuh tetap sehat.
Inner beauty adalah keindahan yang tidak terlihat, namun memiliki pengaruh yang besar bagi kesehatan mental. Dengan menumbuhkan inner beauty, kita dapat meningkatkan rasa percaya diri, mengurangi stres, dan meningkatkan kebahagiaan.
