HEALMates, seperti yang kita ketahui sekolah merupakan rumah kedua bagi anak, di mana ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar dan memahami tentang banyak hal dalam hidupnya.
Sudah seharusnya Sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi setiap anak untuk mengembangkan potensi diri bukan? Namun, pada kenyataan yang sering kita jumpai saat ini banyak kasus bullying atau perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah.
Bullying sendiri dapat berupa kekerasan fisik, ejekan, pengucilan, hingga perundungan di dunia maya atau sering kita sebut dengan cyberbullying, dan tindakan ini bukan hanya melukai secara fisik, tetapi juga berdampak buruk pada kondisi psikologis anak.
Gimana HEALMates, menakutkan bukan?
Lantas apa sih makna dari toleransi dan empati itu sendiri, serta apa hubungannya dengan bullying? Untuk penjelasannya, yuk kita simak bersama-sama.
Toleransi dan Empati sebagai Kunci
Toleransi merupakan sikap menghargai dan menerima perbedaan yang ada di sekitar kita, baik perbedaan agama, suku, ras, maupun latar belakang sosial. Sementara itu, empati merupakan kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Nggak heran, ketika anak belum memahami nilai toleransi dan empati ia akan cenderung meremehkan atau menghina orang lain yang dianggap “berbeda”, tidak peduli pada perasaan orang lain dan mudah melakukan tindakan menyakitkan.
Oleh karena itu, menumbuhkan sikap toleransi dan empati menjadi langkah penting untuk mencegah terjadinya bullying di sekolah.
Berikut beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menumbuhkan sikap toleransi dan empati pada anak:
1. Jadilah Teladan dan Ciptakan Lingkungan yang Positif
Anak merupakan peniru ulung, ia sangat pandai meniru perilaku, kebiasaan, perkataan, dan reaksi orang-orang terdekatnya, terutama orang tua. Mereka belajar banyak melalui observasi dan imitasi terhadap lingkungan sekitar. Cara orang tua bersikap terhadap tetangga, teman kerja, atau anggota keluarga lain akan sangat berpengaruh bagi perkembangan sosial emosional mereka, dengan melihat perilaku positif, anak akan lebih mudah menirunya.
Jadi tugas kita adalah menciptakan lingkungan positif secara konsisten agar mereka dapat belajar memahami sesuatu dengan baik.
2. Ajarkan Anak Tentang Bagaimana Cara Mengelola Emosi
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional nyatanya sudah ada pada anak sejak ia baru lahir. Bahkan beberapa peneliti meyakini bahwa beberapa minggu setelah lahir, bayi dapat memperlihatkan bermacam-macam ekspresi, seperti sedih, bahagia, bahkan frustasi.
Lalu bagaimana cara mengajarkan anak agar ia dapat meregulasi emosinya dengan baik?
Kita sebagai orang yang lebih dewasa sudah sepatutnya memberikan ruang kepada mereka untuk berekspresi, memahami emosi diri baik itu emosi positif maupun negatif, sehingga anak mampu memahami emosi orang lain dengan mudah.
Tidak jarang kita menjumpai anak marah atau tantrum bahkan melampiaskannya kepada orang lain. Semua tidak serta merta terjadi karena kemauan anak loh HEALMates, bisa jadi karena ia kurang diberi ruang untuk mengungkapkan pendapatnya dan seringkali dihakimi secara sepihak sehingga menumpuk lah emosi negatif dalam dirinya yang bisa meledak kapanpun. Padahal semua masalah yang terjadi di dunia ini sudah pasti ada penyebabnya, begitupun di dunia anak.
Jadi tidak ada salahnya kita menghadapi emosi negatif itu dengan tenang dan sabar. Kita bisa mengajaknya berdiskusi dan memberi nasihat setelah marahnya reda. Sudah pasti anak akan merasa lebih nyaman dan paham bahwa kita peduli terhadap emosi yang ia rasakan.
3. Berikan Pemahaman Kepada Anak Tentang Perbedaan
Kita tinggal di negara yang terkenal dengan keanekaragaman budayanya, tidak menutup kemungkinan dalam suatu lingkungan terdapat perbedaan adat, budaya, bahasa dan agama. Berikanlah pemahaman kepada anak tentang cara menghargai pendapat orang lain, bersikap sopan dan sabar ketika menghadapi perbedaan, dorong anak agar ia tidak merasa lebih unggul dari yang lain dan sebisa mungkin kita sebagai orang dewasa menghindari komentar negatif mengenai kelompok tertentu di depan anak. Selain itu, kita juga bisa memberikan ruang bagi anak untuk berinteraksi dengan teman dari latar belakang berbeda untuk melatih toleransi mereka. Libatkan anak dalam kegiatan komunitas, permainan kelompok, atau ekstrakurikuler, karena semakin banyak pengalaman sosial yang dimiliki anak, semakin luas pemahamannya tentang keberagaman.
4. Dorong Sikap Tolong Menolong dan Berbagi
Empati tumbuh ketika anak terbiasa melakukan tindakan baik. Kita bisa mengajak anak untuk berbagi mainan, membantu pekerjaan ringan, atau memberi kepada orang yang membutuhkan.
Ceritakan bagaimana perbuatan kecil dapat membuat orang lain merasa lebih baik.
Tindakan nyata tersebut dapat memperkuat perkembangan empati secara lebih efektif daripada hanya sekedar kata-kata.
5. Latih Kemampuan Mendengarkan
Empati juga bisa tumbuh ketika anak mampu mendengarkan dengan baik. Ajarkan mereka untuk memberi perhatian saat orang lain berbicara, tidak memotong pembicaraan, dan mencoba memahami apa yang dirasakan lawan bicara. Anda bisa melatihnya melalui percakapan sederhana setiap hari, misalnya menanyakan bagaimana perasaan anak setelah aktivitas yang ia jalani.
6. Bangun Kebiasaan Refleksi Harian dan Puji Anak Ketika Melakukan Kebaikan
Sering-seringlah ajak anak merenungkan hal baik yang mereka lakukan setiap hari, serta beritahu dampak dari kebaikan yang sudah ia lakukan tersebut. Kebiasaan refleksi ini akan membantu anak lebih sadar terhadap perilakunya. Mereka akan termotivasi untuk terus melakukan kebaikan, dan saat anak melakukan tindakan tersebut jangan lupa berikan ia apresiasi. Pujian positif membantu memperkuat perilaku yang baik dan membuat anak merasa bahwa empati adalah nilai yang penting.
Demikian beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan sikap toleransi dan empati pada anak.
Perlu kita garis bawahi ya HEALmates, bahwa menumbuhkan sikap toleransi dan empati bukanlah proses instan, melainkan perjalanan panjang yang memerlukan ketelatenan dan konsistensi. Dengan lingkungan yang suportif dan contoh yang baik dari orang dewasa di sekitar mereka, diharapkan sudah tidak ada lagi kasus perundungan atau bullying di sekolah-sekolah.
Anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang memahami perbedaan, menghargai sesama, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Mari bersama-sama menanamkan nilai toleransi dan empati pada anak sejak dini.
Mulailah dari diri sendiri, dari rumah, dari hal-hal kecil, sehingga terciptalah generasi yang dapat menghargai perbedaan, bijaksana dan penuh kepedulian. (SEP)

