Banyak orang tua yang tentu deg-degan ketika melepas anaknya untuk sekolah di luar negeri. Entah itu student exchange, summer camp, atau lanjut pendidikan tinggi, perbedaan bahasa dan budaya sering kali menjadi salah satu kendala bagi anak-anak Indonesia untuk belajar di negeri orang.
Tapi percayalah HEALMates, sekolah di negeri orang justru akan mengajarkan banyak hal pada anak. Begitu mereka berangkat, akan ada keajaiban-keajaiban kecil yang diam-diam terjadi. Sebab, di sana anak-anak tidak hanya belajar secara akademik, tapi juga belajar budaya dan cara melihat dunia yang lebih luas.
Yuk HEALMates, kita bahas secara mendalam manfaat dan tantangan yang harus dihadapi ketika sekolah di luar negeri.
Anak Menyadari bahwa Dunia Itu Luas
Sekolah di luar negeri seperti halnya kita merantau ke luar kota, tapi dalam versi yang lebih kompleks ya, HEALMates. Anak yang berani sekolah di negeri orang ini bisa melihat bahwa dunia itu luas dan keluar dari kotak yang selama ini membatasi ruang geraknya.
Karena ketika mereka melangkah keluar dari Indonesia, entah buat student exchange, summer camp, atau program 2 minggu yang lebih banyak kegiatan outdoor daripada tidur, mereka akhirnya bisa melihat dunia dari sudut yang benar-benar baru. Meski begitu, ada banyak tantangan yang harus dihadapi ketika belajar ke negeri orang, seperti:
- cuaca yang beda banget dengan Indonesia,
- makanan yang kadang terlalu hambar atau terlalu eksperimental,
- bahasa yang bikin otak nge-lag dulu sebelum merespons,
- sampai sistem sekolah yang beda total dari yang mereka kenal selama ini.
Tapi justru dari situlah, anak-anak akan belajar hal paling penting dalam masa tumbuh kembang mereka, bahwa dunia itu jauh lebih luas daripada yang selama ini mereka lihat.
Belajar Empati dari Hal Receh
Kalau di rumah, anak bisa marah cuma karena sepatunya diinjak adik. Tapi ketika sekolah di luar negeri, empati tumbuh dari hal-hal sederhana macam, seperti:
- teman sekamar yang nangis kangen rumah,
- anak Korea yang bingung karena makanannya terlalu pedas untuk orang Eropa,
- teman Prancis yang heran kenapa semua orang panik saat hujan turun,
- atau diri mereka sendiri yang mendadak terharu karena ada teman yang bilang, “I saved a seat for you.”
Di titik itu, mereka belajar bahwa semua orang punya versi “kesusahan kecil” masing-masing. Dengan begitu, mereka bisa belajar merasakan empati lintas budaya, bukan cuma karena diajarkan tapi karena hidup di dalamnya.
Tantangan Sosial dan Culture Shock
Adaptasi sosial itu susah-susah gampang ya, HEALMates. Sebab, budaya di negeri orang itu tentu berbeda dengan di Indonesia. Misalnya, di negara-negara Eropa, orang-orangnya lebih cenderung to the point. Mereka percaya bahwa kejujuran dan ketegasan itu penting. Kalau mereka nggak setuju dengan sesuatu, mereka akan dengan tegas bilang, “No, I don’t agree,” tanpa takut dianggap nggak sopan.
Sementara di Indonesia, biasanya cenderung merasa “nggak enak” untuk menolak sehingga cenderung bilang “iya” meski sebenarnya di hatinya ingin berkata “nggak”. Nah, satu kebiasaan ini saja bisa bikin kita culture shock kalau di luar negeri.
Hal-hal kecil seperti itu bikin anak belajar bahwa norma sosial itu fleksibel. Nggak semua yang beda itu salah. Dari situlah, kemampuan beradaptasi mereka naik level. Mereka jadi manusia yang lebih lentur dan tidak kaku dengan “cara di rumah”.
Kepercayaan Diri Naik Level
Let’s be honest, pulang ke Indonesia, anak-anak ini biasanya membawa satu hal lagi, yakni kepercayaan diri. Bukan sombong, tapi confidence boost yang manis. Mereka tahu bajwa mereka pernah berdiri di dunia lain, bertahan, dan belajar tentang budaya orang asing.
Sesekali mungkin mereka akan nyeletuk, “Di Jepang sih, gurunya gini…” atau “Waktu aku di Belanda, temanku makan sandwich isinya salad doang.”
Ini salah satu tanda bahwa mereka sudah berhasil melihat dunia dengan horizon yang lebih luas. Lantas ketika pulang, mereka bukan cuma bawa oleh-oleh, tapi juga sebuah sudut pandang baru. Mereka pulang ke Indonesia sebagai versi baru dari diri mereka yang lebih percaya diri, lebih empatik, lebih fleksibel menghadapi perbedaan, dan lain sebagainya.
Orang tua mungkin tadinya cuma berharap anak bisa bahasa Inggris lebih lancar, tapi yang mereka dapat jauh lebih berharga. Sekolah di negara orang itu memang tidak murah secara emosi, waktu, dan ya secara biaya. Tapi, sekarang sudah banyak kok beasiswa yang menyediakan akses untuk belajar ke luar negeri tanpa biaya. Jadi, jangan ragu untuk terus belajar ya, HEALMates! Kalau kata pepatah dulu, “Belajarlah sampai ke negeri China”. Artinya, kita mungkin perlu belajar sampai ke dunia yang lebih luas dan tidak membatasi mimpi hanya di lingkungan kita saat ini. (RIW)

