Menurut kami di HEAL, bersyukur adalah sebuah seni yang membuat kita mampu merasakan kehadiran hal-hal baik dalam hidup, meski setipis debu, meski masih bergelut di tengah kerumitan hidup dan bukanlah hanya terbatas pengucapan: “Terima kasih” sebagai bentuk ekspresi sopan santun.
Rasa syukur juga bisa berarti menghargai hal-hal yang terjadi dalam kehidupan ini. Baik besar maupun kecil, yang tampak maupun tidak. Kita bisa menunjukkan rasa syukur melalui tindakan, memberi perhatian tulus, atau sekadar berbagi waktu dengan orang-orang yang kita sayangi.
Kita seringkali lupa bahwa rasa syukur yang ditanamkan di dalam diri dan dipupuk secara konsisten dapat membawa begitu banyak kebaikan. Hal ini jugalah yang dilansir dari sebuah artikel yang direview secara klinis oleh Dr. Chris Mosunic, PhD, RD, MBA dalam blog di app Calm. Bukan hanya menyehatkan jiwa dan raga, tapi rasa syukur juga dapat memberikan berbagai manfaat.
Banyak penelitian membuktikan bahwa rasa syukur juga dapat berdampak positif pada kesehatan fisik, seperti menurunkan stress (Kami buktikan sendiri yang mana dengan tersenyum kecil sambil melafalkan Alhamdulillah membuat kami merasa damai di dalam hati), tekanan darah, hingga memperkuat sistem imun, dimana semuanya bisa membuat kita dapat hidup lebih sehat dan berumur panjang. In Sha Allah.
Rasa syukur dapat membantu menurunkan tingkat depresi dan kecemasan, serta mendorong kondisi mental yang lebih positif dan stabil yang tentunya sangat penting bagi kualitas hidup secara keseluruhan. Dengan bersyukur, kita bisa menghadapi kesulitan dan bangkit dari kegagalan sehingga menjadikan kita lebih tangguh secara emosional dalam menghadapi tantangan hidup. Agak terbaca aneh bin ajaib tapi begitulah adanya.
Mengungkapkan rasa syukur dan rasa terima kasih juga dapat mempererat hubungan kita dengan orang lain sehingga menciptakan suasana yang lebih positif dan penuh penghargaan dalam pertemanan, keluarga, maupun lingkungan kerja. Rasa syukur juga bisa menjadi penangkal yang mujarab dalam melawan ketidakpuasan terhadap hal-hal di kehidupan ini. Apabila dada kita penuh dengan rasa syukur setiap waktu, perhatian kita akan terpatri pada hal-hal baik yang sudah kita miliki, sehingga menumbuhkan rasa bahagia dan rasa cukup (qanaah) di hati.
Dengan lebih sering merasa bersyukur, kita jadi lebih peka terhadap kebaikan orang lain dan terdorong untuk membalasnya dengan empati dan kebaikan juga. Tak hanya itu, perasaan bersyukur yang selalu kita tanamkan di dalam diri kita juga akan membuat hati kita lebih tenang. Dengan begitu, kualitas tidur kita akan menjadi baik, harga diri yang lebih tinggi, rasa stress yang berkurang, serta lebih termotivasi untuk meraih tujuan hidup kita.
Memaknai Syukur saat Hari-Hari Terasa Berat
Semua ini memang seringkali terdengar cukup mudah untuk kita maknai ketika keadaan kita sedang baik-baik saja. Namun, bagaimana jika kita sedang berada dalam kondisi yang berat? Akankah pemaknaan terhadap rasa syukur bisa mudah pula?
Ada hari-hari di mana kata “bersyukur” terdengar seperti olok-olok. Saat hati remuk, hati masih terluka, atau napas rasanya terlalu berat, ajakan untuk bersyukur sering kali terdengar malah memberatkan. Kata-kata seperti: “Masa sih kamu gak bisa bersyukur? Banyak yang lebih susah darimu.” Kalimat semacam ini hanya akan semakin membuat kita merasa bersalah, lalu merasa semakin hancur.
Dalam kondisi seperti ini, ajakan untuk menumbuhkan rasa syukur bisa terasa seperti ejekan, dan menambah beban pikiran kita. Kita kerap merasa bersalah karena telah mengeluh dan mengecap diri kita sendiri sebagai “orang yang tidak pandai bersyukur”. Padahal, bersyukur bukan berarti menolak rasa sakit, mengesampingkan mata, atau menutup luka dengan senyum palsu agar terlihat kuat. Tidak harus muncul dari keinginan kita untuk sepenuhnya menerima takdir. Sehingga ketika kita sedang terluka, kita tidak lantas memaksakan diri untuk pura-pura baik-baik saja.
Sebaliknya, bersyukur bisa datang secara perlahan ketika kita sudah menerima bahwa “It’s okay to not be okay”. Rasa syukur perlu kita tumbuhkan demi secercah harapan, sekecil apa pun, di tengah gelapnya hari-hari kita. Kita boleh menangis, merasa hancur, merasa sedih dan hancur. Rasa syukur tidak meminta kita untuk menafikkan semua itu. Sebaliknya, rasa syukur akan tumbuh perlahan dari secercah cahaya kecil di tengah kegelapan, dari hal yang tidak kita sadari sekalipun; yaitu ketika kita masih bisa bernafas, masih bisa mendengar suara orang-orang tersayang, masih bisa menangis… Kita akan merasa bersyukur.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Ashley Laderer dalam situs Wondermind, bersyukur tidak semestinya menjadi alat untuk menyangkal emosi, lebih dari itu, rasa syukur justru bisa menjadi unsur tersirat dalam menyadari bahwa masih ada lho harapan, meski kecil. Dengan begitu, kita bisa bangkit kembali meramu luka dan menemukan titik terang baru.
Kisah Pribadi: Dari Air Mata Kutemukan Rasa Syukur yang Bermakna
Saya masih ingat, kala itu 2022 menjadi tahun tergelap dalam hidup saya. Saya tengah mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi yang penuh tekanan. Sementara itu, ayah justru harus bolak-balik dirawat di rumah sakit. Kondisi ini tentu saja melemahkan mental saya dan membuat fokus saya terbagi. Tak hanya itu, di hari yang sama kakek saya juga meninggal dunia. Saya merasa sangat kalut, sedih, dan kehilangan semangat.
Saya bahkan gagal sejak hari pertama ujian. Tak cukup sampai di situ, hanya berselang dua bulan, eyang saya yang lain juga berpulang. Sebagai manusia biasa, tentu saja saya merasa sangat sedih harus kehilangan orang-orang yang saya cintai dan gagal dalam ujian. Tak ada malam yang berlalu tanpa tangisan. Tak ada sehari pun batinku dipenuhi pertanyaan “Kenapa, Allah?”. Saya bahkan sempat ingin menyerah terhadap hidup saya.
Namun seiring berjalannya waktu, rupanya keterpurukan bisa saya lewati perlahan. Tuhan benar-benar tidak pernah meninggalkan hamba-Nya seorang diri. Bahkan di tengah kegelapan, Ia mengirimkan setitik nyala cahaya yang demikian berarti.
Tuhan mengirimkan seorang kawan yang mengulurkan tangan dan membantu saya bangkit. Ia mengirimkan teman yang mau berbagi materi bimbel sehingga saya bisa mengejar ketertinggalan dan kembali belajar menggapai mimpi yang sempat gagal.
Kemudahan demi kemudahan datang kepada saya tanpa diduga, orang baru, relasi baru, dan proyek-proyek baru yang semakin memperkaya ilmu dan pengalaman saya.
Lambat-laun saya sadar, bahwa di tengah keterpurukan ada hal-hal yang teramat saya syukuri. Bukan karena kegagalan itu indah dan mudah, tapi dari kegagalan itu saya tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh dan menghargai sekecil apapun bantuan dan kemudahan yang datang.
Jadi dari pengalaman saya ini, ada hal-hal yang bisa menjadi pelajaran dalam hidup. Jika HEALMates sedang berada di titik terendah dan merasa tak punya alasan untuk bersyukur, kalian mungkin bisa mencoba menumbuhkannya dari hal paling kecil. Bukan bertanya, “Apa yang aku punya?” atau “Kenapa aku selalu gagal?”, tapi cobalah untuk mengganti sudut pandang dengan “Apa yang masih aku punya?”.
Dengan begitu, kita akan lebih mudah menemukan alasan untuk tetap menghargai sekecil apapun kebaikan di dalam hidup. Dan jika hari ini kalian hanya bisa duduk diam, sadarlah bahwa kalian masih hidup, masih bertahan, itu pun cukup. HEALMates tak perlu memaksa hati untuk merasa “terharu dan penuh syukur”.
Terkadang, cukup hadir di saat ini saja sudah merupakan bentuk syukur paling tulus. Kamu tidak perlu langsung menulis jurnal syukur panjang atau mengucap terima kasih pada setiap orang yang lewat. Mulailah perlahan, mungkin hanya dengan menutup mata sejenak sebelum tidur, lalu mengingat satu hal baik hari ini, sekecil apa pun. Yang terpenting adalah melakukannya dengan jujur dan bukan karena paksaan.
Untukmu yang Sedang Berjuang
Untuk kamu yang sedang berjuang mencari rasa syukur di tengah kerumitan dalam hidup, ingatlah bahwa rasa syukur tidak lahir dari hidup yang sempurna. Ia justru tumbuh karena hidup ini tidak sempurna. Karena di sela-sela kerikil dan duri itulah kita belajar menghargai betapa berharganya satu hela nafas lega.
Kalau hari ini berat, cobalah untuk menarik napas sejenak dan meyakinkan pada dirimu bahwa kamu tidak sendiri. Kamu tidak harus berpura-pura baik-baik saja. Kamu hanya perlu ada dan mengizinkan dirimu percaya bahwa hari esok mungkin akan sedikit lebih ringan. Dengan begitu, pelan-pelan, kamu bisa menemukan rasa syukur dalam dirimu dan kembali menemukan semangat yang baru.
Semangat terus, HEALMates!
Sumber-sumber:
Dr. Chris Mosunic, PhD, RD, MBA, How to find things to be grateful for (even when it’s tough)
https://www.calm.com/blog/things-to-be-grateful-for
Tiffany Sauber Millacci, 20 Gratitude Exercises & Activities to Boost Wellbeing
https://positivepsychology.com/gratitude-exercises/
Ashley Laderer, How to Make a Gratitude Practice That Doesn’t Feel Like Toxic Positivity
How to Make a Gratitude Practice That Doesn’t Feel Like Toxic Positivity
Kris Brown, How to Practice Gratitude and Increase Your Happiness
https://www.pinerest.org/newsroom/articles/practice-gratitude-increase-happiness-blog/
Melissa Zahodnic, How to Be Thankful Every Day
Our mindfulness and meditation experts, How to be more grateful
https://www.headspace.com/articles/how-to-be-more-grateful