Logo Heal

FASHION & BEAUTY

Fashion & Beauty

Mengapa Fenomena Anak Memakai Skincare dan Make-Up Meningkat? Ini Alasannya

Mengapa Fenomena Anak Memakai Skincare dan Make-Up Meningkat? Ini Alasannya

Oleh :

Belakangan ini pasti banyak dari kita yang ngeh, kok anak-anak sekarang cepat banget kenal skincare dan make-up? Mungkin kalian juga pernah lihat sendiri anak, keponakan, adik, atau bahkan anak tetangga kalian yang masih kecil tapi sudah tahu istilah makeup dan skincare. Ada yang minta sabun cuci muka khusus anak, ada yang suka pinjam lipstik ibunya diam-diam, atau ada juga yang mulai bandingin warna kulitnya dengan teman-temannya.

Lucu? Iya, awalnya bikin gemas ya HEALMates. Tapi disisi lain bikin banyak orang tua dan orang dewasa bertanya-tanya juga. Kita akan bertanya

“Kok bisa anak sekecil itu punya kesadaran penampilan yang “dewasa” banget?”

Dan ternyata fenomena ini bukan kejadian satu-dua rumah saja. Semakin banyak anak yang ikut tren kecantikan, mencoba produk, bahkan punya “ritual kecantikan” versi mereka sendiri. Jadi sebenarnya, apa sih yang bikin fenomena ini makin meningkat?

Yuk HEALMates kita telusuri alasannya satu persatu.

 

Media Sosial Menjadi Guru Kecantikan Baru untuk Anak

Anak sekarang tumbuh dengan TikTok, YouTube Shorts, dan Instagram Reels. Mereka tidak hanya menonton kartun, tapi mereka juga menonton konten skincare routine, haul make-up, rekomendasi sunscreen, dan unboxing produk viral.

Secara psikologi, anak meniru apa yang ia lihat. Observational learning membuat konten “cantik itu glowing” atau “pakai lip tint biar fresh” tertanam lebih cepat daripada nasihat orang tua. Begitu anak menonton satu video skincare, algoritma akan terus memberikan konten serupa. Tanpa sadar, mereka belajar bahwa kulit glowing itu keren. Menurut mereka skincare itu wajib. Mereka akan sadar bahwa tampil cantik itu penting. Riset menunjukkan bahwa paparan konten kecantikan dapat memicu perbandingan sosial, menurunkan rasa puas diri, dan membuat anak lebih fokus pada penampilan daripada aktivitas bermain.

Industri Kecantikan Melihat Tren, Lalu Mengembangkannya

Tren yang muncul dari media sosial langsung dilihat sebagai peluang besar. Produk untuk anak yang dulu hanya sebatas sabun lembut, lotion bayi, dan sunscreen ringan menjadi lebih banyak jenisnya. Promosi yang gencar dilakukan oleh pemilik brand. Packaging dibuat lucu, pastel, bergambar karakter, sehingga terlihat aman. Padahal,  belum tentu demikian.Beberapa produk diberi label “safe for kids”, tetapi tidak melalui uji dermatologi khusus. Padahal kulit anak jauh lebih tipis dan sensitif. Banyak bahan aktif orang dewasa yang seharusnya tidak digunakan anak. Karena Industri mengejar tren, bukan kebutuhan biologis.

 

Standar Kecantikan Dewasa Turun ke Anak

Dulu anak-anak hanya peduli bermain tanah, berlari, atau lompat tali. Sekarang mereka peduli warna kulit, bentuk alis, bibir merah natural, rambut yang rapi, dan kulit yang “tidak kusam”. Komentar memuji kulit yang glowing, warna bibir cerah saat memakai lip tint, dan memuji kulit yang cerah secara tidak sadar membentuk konsep kecantikan sejak kecil. Psikolog menjelaskan bahwa anak yang terlalu fokus pada penampilan luar bisa memiliki self-worth yang bergantung pada validasi visual. Artinya, kebahagiaan mereka naik-turun tergantung seberapa cantik mereka terlihat.

 

Pola Asuh Modern Juga Berperan

Banyak orang tua ingin anaknya tampil sempurna. Anak berpenampilan rapi, wangi, glowing, dan selalu instagrammable. Di satu sisi lucu, di sisi lain memberikan tekanan halus. Ini yang disebut aesthetic pressure yaitu tekanan untuk tampil ideal di dunia visual. Ketika orang tua tanpa sadar menjadikan penampilan sebagai tolok ukur “anak yang terawat”, anak belajar bahwa tampil sempurna itu penting.

Make-up bisa jadi permainan warna yang menyenangkan, sama seperti menggambar. Tapi batas antara main-main  dan ingin terlihat cantik makin tipis. Jika anak mulai tidak percaya diri tanpa lip tint, atau merasa harus tampil glowing agar dianggap cantik, itu tanda bahwa make-up sudah bukan permainan lagi. Itu sudah jadi kebutuhan sosial.

Dokter kulit sepakat bahwa kulit anak itu lebih tipis, lebih sensitif, lebih mudah iritasi, dan tidak membutuhkan bahan aktif skincare orang dewasa. Penggunaan skincare berlebihan bisa memicu dermatitis dan iritasi. Skincare anak seharusnya hanya mencakup hal dasar mulai dari sabun wajah lembut, pelembab dan sunscreen saat main di luar rumah. Selebihnya itu berlebihan untuk anak.

Fenomena ini tidak hanya soal kulit. Ini juga tentang bagaimana anak menilai dirinya sendiri. Anak yang terlalu fokus pada penampilan cenderung mudah cemas, cepat merasa tidak cukup, sensitif terhadap komentar teman, kurang percaya diri dan akhirnya kurang bahagia. Riset menunjukkan bahwa anak yang tumbuh dengan nilai diri berbasis karakter, bukan penampilan\ lebih stabil emosional dan lebih bahagia.

 

 

Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua dan Sekolah?

HEALMates, fenomena ini memang tidak bisa sepenuhnya dilarang atau dihilangkan. Namun, arah dan pemahaman anak bisa dibentuk melalui pendampingan yang tepat. Di rumah, orang tua dapat mulai dengan membatasi paparan konten yang bernuansa dewasa. Anak juga perlu dibantu untuk memahami bahwa perawatan diri adalah bagian dari menjaga kesehatan, bukan untuk memenuhi standar kecantikan tertentu. Selain itu, penting untuk memberikan validasi terhadap kebaikan, kepandaian, dan kreativitas anak. Dengan begitu, mereka tidak menempatkan penampilan sebagai sumber utama rasa percaya diri. Jika anak ingin mencoba make-up, jadikan sebagai permainan seni yang menyenangkan, bukan sebagai tuntutan sosial.

Di lingkungan sekolah, peran pendidik sama pentingnya. Sekolah dapat memberikan edukasi mengenai body positivity dan cara membangun harga diri yang sehat. Budaya body shaming perlu dicegah agar tidak menjadi kebiasaan di antara siswa. Guru juga dapat mengajarkan kebersihan dan perawatan diri sederhana yang memang sesuai dengan usia perkembangan anak. Dengan langkah-langkah ini, anak dapat tumbuh memahami tubuhnya secara positif tanpa tekanan berlebihan dari standar kecantikan.

 

Anak-anak berhak tumbuh tanpa tekanan penampilan. Mereka berhak bermain, bereksplorasi, dan merasa cukup tanpa harus mengikuti standar kecantikan dewasa. Make-up bisa menjadi seni. Skincare bisa menjadi sarana belajar menjaga kesehatan. Namun nilai diri anak tetap bertumpu pada karakter, kebaikan, dan kepercayaan diri yang tumbuh dari dalam.

“Rasa percaya diri anak terbentuk ketika mereka merasa aman, dicintai, dan dihargai apa adanya.”

Bagikan :
Mengapa Fenomena Anak Memakai Skincare dan Make-Up Meningkat? Ini Alasannya

More Like This

Logo Heal

Kamu dapat menghubungi HEAL disini:

Heal Icon

0858-9125-3018

Heal Icon

halo@heal-sahabatjiwa.com

Copyright © 2023 HEAL X  Sahabat Jiwa