Logo Heal

ART, MONEY & TECHNOLOGY

Art, Money & Technology

Kisah Pilu Perempuan Greenland, Bayi Dibawa Negara karena Tak Lulus Uji Kompetensi Orang Tua

Kisah Pilu Perempuan Greenland, Bayi Dibawa Negara

Oleh :

Denmark selama ini memiliki citra yang indah sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia. Namun di balik citra harmonis itu, rupanya tersembunyi luka tentang hak sebagai orang tua. 

Baru-baru ini, persoalan hak orang tua di Denmark tengah menjadi sorotan dunia. Sejumlah perempuan asal Greenland yang tinggal di daratan Denmark dilaporkan berjuang keras untuk mendapatkan kembali anak-anak mereka, yang telah diambil oleh negara. 

Salah satu yang paling menarik perhatian adalah kasus perempuan bernama Keira yang tinggal di Denmark. Ia hanya diberi waktu dua jam untuk memeluk bayinya yang bernama Zammi, sebelum akhirnya dibawa negara karena Keira tak lulus uji kompetensi orang tua. 

“Rasanya seperti sebagian dari jiwaku mati,” tuturnya perempuan 39 tahun itu. 

Tes “Kelayakan Orang Tua”

Apakah ada yang berhak menguji seseorang menjadi orang tua bagi anaknya? Di Denmark, pemerintah memiliki program Uji Kompetensi Orang Tua yang disebut “Forældrekompetenceundersøgelse” (FKU). Tes ini dilakukan otoritas Denmark untuk menilai kemampuan (kompetensi) seseorang dalam menjalankan peran sebagai orang tua. Nantinya, hasil dari tes ini bisa dipakai untuk menentukan apakah seorang ibu atau ayah boleh mengasuh anaknya sendiri atau anaknya perlu ditempatkan ke keluarga asuh atau diambil alih negara.

Tesnya bukan cuma soal parenting kayak “cara ganti popok” atau “gimana menenangkan bayi”. Di banyak kasus, FKU juga melibatkan evaluasi psikologis, kognitif, wawancara mendalam, dan pertanyaan umum yang tidak selalu relevan dengan konteks budaya atau wacana menjadi orang tua. Itulah kenapa FKU sering menuai kritik internasional.

Salah satu contoh soal yang pernah muncul dalam FKU antara lain pertanyaan pengetahuan umum tentang “Siapa Bunda Teresa?” dan “Berapa lama sinar matahari membutuhkan waktu untuk mencapai Bumi?”

Apakah pengetahuan umum itu bisa digunakan untuk menentukan layak tidaknya seorang ibu mengasuh anaknya sendiri? Inilah yang kemudian mengundang kritik dari berbagai pihak, termasuk dunia internasional. 

Selain itu, standar penilaiannya sangat Denmark-sentris, sehingga orang tua dari budaya berbeda, terutama dari kelompok rentan dan minoritas, kerap dianggap “gagal” bukan karena mereka tak mampu mengasuh, tetapi karena gaya parenting, bahasa, atau referensi budayanya tidak cocok dengan kerangka nilai Denmark. 

Proses asesmennya juga sering dilakukan tanpa penerjemah, padahal tidak semua peserta fasih berbahasa Denmark, sehingga hambatan bahasa ini bisa memengaruhi hasil evaluasi dan interpretasi jawaban. 

Lebih problematik lagi, hasil tes FKU punya dampak yang sangat permanen, ketika seseorang dinyatakan “tidak kompeten”, negara dapat mengambil bayi atau anak, membatasi akses pertemuan, bahkan merekomendasikan adopsi ke keluarga asuh, dan pada beberapa kasus, ini terasa seperti keputusan yang langsung menghapus posisi ibu atau ayah dalam hidup anaknya. 

Banyak aktivis HAM menilai sistem ini rentan digunakan untuk membungkam kelompok minoritas, membuatnya bukan lagi sekadar sistem perlindungan anak. Para aktivis HAM juga menilai bahwa sistem ini berpotensi melanggar hak dasar keluarga, khususnya bagi perempuan dari komunitas yang sudah lama dimarginalkan.

Setelah gelombang protes yang berlangsung lama, pada Januari 2025 pemerintah Denmark pun secara resmi mengumumkan akan menghapus penggunaan tes FKU terhadap keluarga Greenland. (RIW)

Bagikan :
Kisah Pilu Perempuan Greenland, Bayi Dibawa Negara

More Like This

Logo Heal

Kamu dapat menghubungi HEAL disini:

Heal Icon

0858-9125-3018

Heal Icon

00 31 (0) 6 45 29 29 12

Heal Icon

heal@sahabatjiwa.com

Copyright © 2023 HEAL X  Sahabat Jiwa