Logo Heal

SPIRITUAL

Spiritual

Kisah Julian Menemukan Ketenangan Lewat Mengaji Sejak Kecil

Kisah Julian Menemukan Ketenangan Lewat Mengaji Sejak Kecil

Oleh :

HEALMates, pernah nggak sih kamu bertemu anak yang kelihatannya ceria, tapi kalau diperhatikan lebih dalam sebenarnya sedang menyimpan badai kecil dalam dirinya? Kisah Julian adalah salah satu contohnya. Ia tumbuh di era digital, pernah kehilangan sosok ayah saat masih kecil, dan menyimpan kegelisahan yang sulit ia ceritakan dengan kata-kata.

Di tengah semua itu, ada satu hal yang selalu diupayakan oleh ibunya. Ibunya bernama Bu Mayang mengajak Julian menemukan ketenangan lewat kegiatan mengaji. Cerita ini bukan tentang diagnosis atau istilah medis. Julian belum pernah ke psikiater. Kisah ini murni kisah dari sudut pandang ibunya. Kisah tentang Julian dan usaha seorang ibu yang ingin anaknya tetap tenang, tetap kuat, dan tetap dekat dengan nilai-nilai spiritual yang menurutnya penting untuk mendukung kesehatan mental anak.

 

Dunia Digital dan Perubahan Sikap Julian

Bu Mayang, ibu yang selalu berusaha kuat, menceritakan bahwa Julian sejak bayi sudah sangat akrab dengan layar. Televisi, laptop, dan perangkat digital lainnya menjadi bagian besar dari kesehariannya. “Anak saya terlalu banyak bermain dan belajar secara digital. Jadi sepertinya kondisi otaknya agak terganggu,” ungkapnya. Tidak heran, karena Julian lahir saat digitalisasi berkembang pesat.

Perubahan besar terjadi setelah ayahnya wafat. Sejak saat itu, kecemasannya meningkat. Ia mulai sering takut hal-hal yang tidak masuk akal. Salah satu ketakutan terbesarnya adalah takut pindah agama. Sebuah ketakutan yang muncul begitu saja yang bagi orang lain pasti sulit dipahami alasannya.  Bagi sebagian orang, ketakutan seperti itu mungkin terdengar tidak umum. Namun bagi anak-anak, apalagi yang sedang berduka, ketakutan bisa muncul dalam bentuk apa saja.

Penelitian dari WHO dan UNICEF menyebutkan bahwa paparan layar berlebihan dapat mempengaruhi regulasi emosi anak, terutama jika tidak diimbangi stimulasi sosial dan spiritual. Praktik religius atau spiritual kecil dalam keluarga, seperti doa atau membaca kitab suci, terbukti membantu menenangkan sistem saraf dan memberi rasa aman pada anak.

 

Mengaji sebagai Jembatan Ketenteraman

Di tengah perubahan sikap Julian, Bu Mayang mencoba membawanya kembali kepada rutinitas yang lebih tertata. Salah satunya adalah mengaji. Bukan karena ingin memaksakan tradisi, tetapi karena ia percaya bahwa agama adalah rumah yang selalu terbuka untuk tempat kembali.

Namun tidak mudah. “Kurang semangat,” begitu Bu Mayang menggambarkan antusiasme Julian. Anak ini terbiasa di dunia digital, sehingga membaca Iqra dengan cara tradisional seperti membaca dan menulis tangan terasa membosankan baginya. “Mungkin kalau dicoba Iqra digital, tanggapan Julian akan berbeda,” ungkapnya.

Meskipun prosesnya lambat, ada perubahan kecil yang ia lihat. Julian menjadi sedikit lebih tenang. Ia jadi lebih mudah diajak mengobrol. Selain itu, Ia juga lebih mampu mengontrol emosinya.

Dari sisi ilmiah, studi Systematic Review tentang spiritualitas anak dan remaja menemukan bahwa rutinitas keagamaan seperti membaca kitab, berdoa, atau hadir dalam lingkungan bernuansa spiritual dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kemampuan mengatur emosi. Kegiatan ini memberi struktur, ritme, dan rasa aman. Semua itu termasuk elemen penting untuk kesehatan mental anak.

Ayat Al-Qur’an pun menguatkan hal ini.

 اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ۝٢٨….

Artinya:
“…. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Ayat ini menjelaskan fondasi spiritual yang mendukung ketentraman batin. Tidak heran jika banyak anak merasa lebih damai ketika memiliki rutinitas ibadah sederhana.

 

Cinta Ibu yang Bertahan Meski Lelah

Bu Mayang tidak menutupi kenyataan bahwa ia sering kewalahan. “Tidak bisa langsung diminta sholat atau mengaji. Harus disiapkan mentalnya dari jauh sebelumnya,” katanya. Ia juga harus bekerja, mengurus rumah, dan mengawasi Julian seorang diri. Ada hari-hari ketika suara yang keluar adalah teriakan, bukan ajakan lembut lagi. Namun setelah itu, selalu ada penyesalan dan usaha memperbaiki.

Banyak penelitian menyebutkan bahwa orang tua anak yang berjuang dengan masalah kesehatan mental cenderung mengalami stres tinggi. Namun penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa spiritualitas keluarga dapat menjadi penyangga emosional yang kuat. Iman memberi harapan ketika logika sudah buntu.

Sejatinya, pendidikan agama adalah warisan yang bekerja dalam diam. Ia tidak hanya hidup di masa kecil mereka, tetapi tumbuh menjadi pelindung sepanjang hidup. Ketika suatu hari anak itu harus menapaki jalan yang sepi, agama akan menjadi sahabat yang setia. Dalam sunyi itulah Allah menjaga langkahnya dengan lembut, dekat, dan selalu melindungi.

 

Harapan Ibu untuk Masa Depan Julian

Setiap ibu pasti punya doa yang diselipkan diam-diam. Begitu juga Bu Mayang. Ia berharap Julian bisa menggunakan bakat digitalnya untuk hal yang baik. Membantu teman-temannya, menjadi pribadi bermanfaat, dan tetap tenang dalam hidup yang terus berubah. Ia sadar dunia tidak selalu ramah bagi anak yang sensitif atau berbeda. Namun ia percaya bahwa bekal spiritual akan menjadi jangkar yang kuat bagi putranya.

Penelitian longitudinal dari berbagai jurnal psikologi perkembangan menunjukkan bahwa anak yang mendapat pendidikan agama sejak kecil cenderung memiliki ketahanan mental lebih baik di usia remaja. Mereka lebih mampu mengontrol impuls, lebih stabil emosinya, dan memiliki nilai moral yang lebih kuat dalam mengambil keputusan. Apa yang diajarkan orang tua, termasuk nilai agama, akan membentuk hati dan pikirannya kelak.

 

HEALMates, kisah Julian mengingatkan kita bahwa perjalanan setiap anak itu berbeda. Ada yang jalannya mulus seperti sungai tenang, tapi ada juga yang harus tumbuh sambil menahan ombak. Mulai dari ombak kehilangan, kecemasan, atau kesunyian yang tak pernah mereka pilih. Namun selama ada orang tua yang setia mendampingi, cahaya itu tidak pernah benar-benar padam. Selalu ada redup hangat yang menuntun langkah kecil mereka. Pendidikan agama juga berperan dalam merangkul anak di masa berkembangnya.  Mengaji  bisa menjadi momen di mana mereka belajar mengatur nafas, menyisir kembali pikiran yang kusut, dan merasakan bahwa ada tangan yang lebih besar dari dunia memeluk hati mereka. Ada rasa teduh yang tumbuh, pelan-pelan, tanpa dipaksa.

Semoga cerita Julian memberimu kekuatan, harapan, dan nafas panjang. Kita semua sedang berjalan pelan-pelan, belajar seiring waktu, kadang tersandung, kadang terperosok. Tak apa, semua itu bagian dari perjalanan. Yang penting, kita masih tetap berjalan. Mengiringi langkah dengan kasih dan doa. Kita harus yakin bahwa setiap anak  di bawah lindungan Allah, selalu punya kesempatan untuk menemukan tenangnya sendiri.

Bagikan :
Kisah Julian Menemukan Ketenangan Lewat Mengaji Sejak Kecil

More Like This

Logo Heal

Kamu dapat menghubungi HEAL disini:

Heal Icon

0858-9125-3018

Heal Icon

00 31 (0) 6 45 29 29 12

Heal Icon

heal@sahabatjiwa.com

Copyright © 2023 HEAL X  Sahabat Jiwa