Logo Heal

ART, MONEY & TECHNOLOGY

Art, Money & Technology

Ibu dan Anak (1992) Karya Basuki Abdullah, Cinta yang Tak Pernah Selesai Diulas

Ada yang menarik dari cara Basuki Abdullah melukis perempuan. Ia tidak sekadar menggambar wajah, tapi juga menggambar jiwa. Dari semua lukisan yang pernah digoreskan oleh tangan magisnya, Ibu dan Anak (1992) adalah salah satu yang paling sunyi sekaligus paling ribut dalam hal rasa.

Oleh :

Hai-hai HEALMates. Balik lagi sama Miss Kepo yang selalu kepo dengan banyak hal, termasuk lukisan. Nah, kali ini Miss Kepo sangat tertarik buat bahas lukisan sang maestro kita, Basuki Abdullah yang berjudul “Ibu dan Anak” tahun 1992. 

Ada yang menarik dari cara Basuki Abdullah melukis perempuan. Ia tidak sekadar menggambar wajah, tapi juga menggambar jiwa. Dari semua lukisan yang pernah digoreskan oleh tangan magisnya, Ibu dan Anak (1992) adalah salah satu yang paling sunyi sekaligus paling ribut dalam hal rasa.

Lihat saja, seorang ibu muda, mengenakan kain lusuh dengan warna tanah, menggendong anak di punggungnya. Wajahnya menunduk, entah lelah, entah pasrah, entah keduanya. Di belakangnya, bayi mungil memandang dunia dengan mata bulat yang belum tahu apa-apa, sambil mengisap jarinya, sebuah refleks purba dari manusia yang baru belajar bertahan hidup.

Sekilas lukisan ini tampak sederhana. Tidak ada lanskap megah, tidak ada cahaya surgawi yang dramatis seperti dalam lukisan Madonna and Child ala Renaisans. Tapi justru pada kesederhanaan itu, kita bisa menemukan sesuatu yang lebih menusuk, yakni “kejujuran”.

Basuki Abdullah, dalam Ibu dan Anak, seperti sedang berkata, “Beginilah cinta, tidak selalu glamor, kadang berdebu dan berkeringat.”

Antara Realisme dan Romantisme

Kalau HEALMates pernah lihat lukisan-lukisan Basuki Abdullah, kamu pasti tahu bahwa beliau ini nggak main-main dalam hal detail. Sehelai rambut bisa dibuatnya seperti benar-benar tumbuh dari kulit. Kilau mata perempuan bisa berpendar seperti menatapmu balik. Kadang kamu bahkan bingung, ini lukisan apa foto?

Tapi, for your information HEALMates. Basuki Abdullah nggak cuma pelukis yang jago realistis,  ia juga seorang seniman romantis. Maksudnya, bukan romantis yang gombal ala “sayang, kamu udah makan belum?”, melainkan romantis dalam cara memandang manusia dan kemanusiaan. Ia bisa membuat potret raja tampak berwibawa, membuat perempuan tampak lembut tanpa dilemahkan, dan membuat ibu yang lelah tampak seperti ikon kekuatan.

Begitulah yang tampak dalam lukisan Ibu dan Anak, Basuki tidak sedang memuja kecantikan perempuan. Ia justru sedang memuliakan keteguhan mereka. Wajah sang ibu bukan wajah model salon, melainkan wajah kehidupan sehari-hari yang teduh tapi keras, cantik tapi letih, kuat tapi sendirian.

Wajah itu, kalau kamu perhatikan lebih lama, seperti menampung suara ribuan perempuan lain yang mungkin tak pernah dilukis siapa pun. 

Merah yang Panas, Tapi Hangat

Latar belakang lukisan ini penuh warna merah bata dan oranye (agak gosong). Warna yang memberi sensasi panas seperti bara api yang nyala tapi tidak membakar. Warna ini bukan kebetulan tentunya ya, HEALMates. Merah di sini bukan hanya simbol cinta atau amarah, tapi juga perjuangan dan darah yang mengalir dalam pengorbanan seorang ibu.

 

Seolah Basuki ingin bilang bahwa menjadi ibu itu tidak hanya soal kasih, tapi juga soal pertempuran. Pertempuran antara tubuh yang lelah dan hati yang tak boleh menyerah. Pertempuran antara mimpi pribadi dan tanggung jawab yang menempel erat di punggung, secara harfiah, seperti bayi kecil dalam lukisan itu.

Menariknya, dalam setiap pertempuran itu, Basuki justru memilih warna merah yang bukan bernuansa agresif, melainkan lebih terkesan hangat. Warna yang tidak menakutkan, tapi menenangkan. Ini mungkin pesannya ya, HEALMates bahwa di balik panasnya hidup kasih ibu memang satu-satunya hal yang tetap terasa hangat, bahkan saat dunia sedang dingin-dinginnya.

Sang Maestro yang Menolak Terlalu ‘Serius’

Meski sering dipuja sebagai pelukis istana dan dianggap “terlalu akademis” oleh sebagian kalangan seni modern, Basuki sebenarnya punya sisi manusiawi yang kocak dan membumi. Seniman yang lahir pada 1915 ini berasal dari keluarga seniman, Ayahnya, Abdullah Suriosubroto, juga seorang pelukis dan kakeknya adalah dokter pribadi Pangeran Diponegoro. Garis keturunan ini membuat Basuki tumbuh dengan perpaduan unik antara estetika Jawa dan disiplin ilmiah yang nyaris aristokratik.

Tapi jangan salah HEALMates. Di balik jas necis dan reputasinya yang “internasional banget”, Basuki sering menggambar hal-hal sederhana lho, petani, nelayan, dan ibu-ibu seperti dalam lukisan ini. Ia pernah berkata bahwa keindahan sejati justru ada di wajah rakyat kecil karena mereka tidak berpura-pura.

Kalimat itu terasa banget di lukisan Ibu dan Anak.

Basuki seperti sedang melawan gagasan bahwa seni harus megah untuk jadi agung. Ia mengangkat kelelahan menjadi kemuliaan, menjadikan kerut wajah sebagai karya estetis, dan menjadikan peluh sebagai simbol kasih sayang yang tidak butuh panggung.

“Ibu dan Anak” Jadi Cermin Kolektif Kita

Melihat lukisan ini di era sekarang, rasanya relevan banget ya HEALMates. Kita hidup di zaman di mana orang tua dipaksa “produktif” sambil tetap harus jadi penyayang 24 jam. Zaman di mana ibu-ibu bekerja dari rumah tapi juga “bekerja untuk rumah.” Zaman di mana bayi masih di punggung, tapi beban emosional dan finansial sudah di kepala. Aih..

Dalam konteks itu, Ibu dan Anak terasa seperti potret abadi. Betapa sedikit yang berubah dari perjuangan seorang ibu. Hanya teknologinya yang beda, tapi bebannya masih sama, dan kadang malah lebih berat.

Basuki dengan sapuan kuasnya yang tenang seperti sedang menyampaikan pesan dari masa lalu, “Lihatlah mereka! Jangan lupa bahwa semua kemajuanmu lahir dari punggung seorang ibu.”

Ada banyak pelukis realis di dunia, tapi tidak banyak yang bisa melukis rasa. Basuki Abdullah adalah salah satu dari sedikit itu. Ia tidak sekadar meniru bentuk, tapi juga memahat emosi di atas kanvas. Lukisan Ibu dan Anak bukan cuma “bagus”, tapi juga bernyawa.

Kalau kamu berdiri cukup lama di depannya, kamu bisa mendengar bisikan lembut dari sang ibu, “Tenang, Nak. Dunia ini memang berat. Tapi kamu punya ibu.”

Di situlah letak keajaiban lukisan seorang Basuki Abdullah, seringkali kita menangis tanpa sadar, padahal kita cuma sedang melihat dua sosok biasa di latar merah.

Jadi, kalau boleh Miss Kepo simpulkan lukisan Ibu dan Anak mungkin tidak semegah karya potret raja-raja atau perempuan Eropa yang pernah Basuki buat, tapi di sinilah justru letak keabadiannya. Lukisan ini seakan menampilkan kisah tentang cinta yang tidak butuh selebrasi, pengorbanan yang tidak butuh panggung, dan kekuatan yang tidak pernah meminta tepuk tangan. Lalu, kalau HEALMates perhatikan baik-baik, mungkin kamu akan sadar, kita semua pernah jadi anak dalam lukisan itu. Mungkin suatu hari nanti, sebagian dari kita juga akan jadi ibu seperti perempuan di dalam lukisan itu. (RIW)

Bagikan :
Ada yang menarik dari cara Basuki Abdullah melukis perempuan. Ia tidak sekadar menggambar wajah, tapi juga menggambar jiwa. Dari semua lukisan yang pernah digoreskan oleh tangan magisnya, Ibu dan Anak (1992) adalah salah satu yang paling sunyi sekaligus paling ribut dalam hal rasa.

More Like This

Logo Heal

Kamu dapat menghubungi HEAL disini:

Heal Icon

0858-9125-3018

Heal Icon

heal@sahabatjiwa.com

Copyright © 2023 HEAL X  Sahabat Jiwa