Logo Heal

MENTAL HEALTH

Mental Health

Alasan Psikologis Tetap Mempertahankan Hubungan Setelah Diselingkuhi

Alasan Psikologis Tetap Mempertahankan Hubungan Setelah Diselingkuhi

Oleh :

HEALMates mungkin akhir-akhir sering mendengar berita perselingkuhan selebriti. Tetapi, walaupun sudah menghebohkan dunia maya, kasus tersebut tidak berakhir perpisahan. Pernah nggak sih kamu bertanya, “Kenapa ada orang yang tetap memilih bertahan, padahal sudah diselingkuhi?”. Karena mungkin jika kita di posisi mereka yang diselingkuhi, kita pasti akan memilih perpisahan. Kita pasti akan terheran-heran dan menyayangkan keputusan mereka untuk bertahan. Namun, ternyata di balik keputusan untuk tetap bersama setelah luka pengkhianatan, ada dinamika psikologis yang kompleks yang seringkali kita remehkan. 

Apa saja ya HEALMates? Yuk, kita kupas satu per satu alasan psikologis di balik keputusan mempertahankan hubungan setelah diselingkuhi. 

  • Ketergantungan Emosional

Bagi sebagian orang, pasangan bukan sekadar teman hidup melainkan rumah emosional. Suatu tempat dimana mereka merasa aman dan diterima. Ketika kepercayaan dikhianati, rasa sakitnya pasti luar biasa.  Tapi anehnya, justru muncul rasa takut yang lebih besar jika harus kehilangan orang itu. Inilah yang disebut ketergantungan emosional, yaitu kondisi saat seseorang merasa tidak bisa hidup tanpa pasangannya. Bahkan, ketika hubungan itu sudah menyakitkan. Mereka bukannya  tidak sadar sedang disakiti, Namun kehilangan terasa lebih menakutkan daripada bertahan.

Dari rasa ketergantungan tersebut muncullah trauma bonding. Trauma bonding yaitu ikatan yang terbentuk karena rasa sakit dan cinta bercampur jadi satu. Misalnya, setelah bertengkar hebat dan menangis, pasangan meminta maaf dan berjanji akan berubah. Saat itu, rasa lega dan kasih sayang muncul lagi, membuat hubungan terasa “hangat” kembali untuk sementara. Otak kemudian belajar bahwa setelah luka akan ada pelukan, setelah tangis akan ada cinta. Lama-kelamaan, siklus ini membuat seseorang ketagihan pada pola naik-turun emosi. Mereka bertahan bukan karena bahagia, tapi karena terbiasa.

  • Rasa Takut Kehilangan dan Krisis Diri Setelah Perpisahan

Tidak semua orang siap menghadapi kesepian setelah perpisahan. Bagi sebagian orang, perpisahan berarti juga kehilangan identitas dirinya. Ketika hubungan berakhir, seseorang bisa merasa kehilangan arah, bahkan kehilangan rasa “siapa dirinya”. Selama ini hidupnya berputar di sekitar pasangan. Semua keputusan, kebiasaan, hingga masa depan yang dibayangkan dilakukan bersama. Maka, ketika semua itu hilang, muncul kekosongan besar yang sulit dijelaskan. Oleh karena itu, banyak yang memilih untuk memperbaiki yang rusak darpada kehilangan segalanya. Ada rasa takut memulai dari awal, takut menyesal, atau takut menghadapi masa depan sendirian. Apalagi kalau hubungan itu sudah dijalani bertahun-tahun, sudah terlalu banyak kenangan, waktu, dan energi yang dicurahkan. Mereka merasa sudah terlanjur jauh untuk mundur. Padahal, terkadang langkah mundur itulah yang sebenarnya bisa menyembuhkan.

  • Citra Keluarga dan Tekanan Sosial

Nah, ini yang sering terjadi di masyarakat kita. Tidak sedikit orang memilih bertahan bukan karena masih mencintai, tapi karena tekanan sosial dan citra keluarga. Dalam budaya Indonesia, perceraian masih sering dianggap aib, terutama bagi perempuan. Banyak yang bertahan demi anak-anak, agar keluarga tetap terlihat utuh, atau sekadar untuk menjaga nama baik di mata tetangga dan kerabat. Apalagi kalau pasangan itu publik figur. Tekanan dari publik bisa sangat besar. Saat citra dan reputasi ikut dipertaruhkan, mereka mungkin memilih untuk memaafkan meski hatinya belum benar-benar pulih.

Menariknya, sebuah laporan dari The Guardian (2022) menemukan bahwa beberapa pasangan justru bisa membangun hubungan yang lebih jujur dan terbuka setelah melewati masa krisis seperti ini. Rasa sakit yang besar terkadang memaksa mereka untuk berkomunikasi dengan lebih baik, merefleksikan kesalahan, dan menata ulang kepercayaan. Tentu saja, tidak semua hubungan bisa pulih seperti itu. Tapi hal ini menunjukkan bahwa setiap orang punya cara berbeda dalam menghadapi luka . Ada yang memilih pergi, ada juga yang memilih membangun ulang dari puing-puingnya.

 

Jadi, Apakah Bertahan Itu Salah?

Jawabannya ya tidak ada jawaban pasti ya HEALMates. Tergantung seberapa parah dan karakter pelakunya apakah ada peluang perubahan dalam dirinya atau tidak. Bertahan setelah diselingkuhi bukan berarti lemah, dan meninggalkan bukan berarti gagal. Keduanya bisa sama-sama menjadi keputusan yang berani. Yang terpenting, pastikan keputusanmu diambil bukan karena takut kehilangan atau tekanan dari luar ya. Tetapi karena kamu benar-benar ingin sembuh dan tumbuh. Karena cinta sejati seharusnya membuatmu tenang, bukan tersiksa.

Bagikan :
Alasan Psikologis Tetap Mempertahankan Hubungan Setelah Diselingkuhi

More Like This

Logo Heal

Kamu dapat menghubungi HEAL disini:

Heal Icon

0858-9125-3018

Heal Icon

00 31 (0) 6 45 29 29 12

Heal Icon

heal@sahabatjiwa.com

Copyright © 2023 HEAL X  Sahabat Jiwa