Logo Heal

ART, MONEY & TECHNOLOGY

Art, Money & Technology

Menolak Bukan Berarti Durhaka, Begini Cara Menyembuhkan Rasa Bersalah ke Keluarga

Menolak Bukan Berarti Durhaka, Begini Cara Menyembuhkan Rasa Bersalah ke Keluarga

Oleh :

Pernah nggak HEALMates merasa bersalah karena sudah bilang “nggak” ke keluarga sendiri? Ada hari di mana secara mental dan finansial kita lagi lelah dan banyak tanggungan, tapi tiba-tiba keluarga juga membutuhkan uang. Entah kenapa, rasanya sangat menyesal dan merasa bersalah setiap kali sudah bilang “nggak” ke keluarga dan tidak bisa membantu mereka ya, HEALMates?

Rasa bersalah ini seringkali berputar terus di kepada dan setelah itu kita jadi bengong, sedih, atau bahkan nyesek. Jika hal ini kerap kamu alami, maka selamat datang di realita kehidupan yang dihadapi oleh banyak orang Indonesia, sebuah rasa bersalah karena menolak permintaan keluarga.

Lalu, kenapa sih kita merasa bersalah karena sudah bilang “nggak” ke keluarga? Adakah penjelasan secara psikologisnya? Bagaimana cara menyembuhkan rasa bersalah ini? Yuk HEALMates, kita bahas selengkapnya pada artikel berikut ini!

Dari Mana Datangnya Rasa Bersalah Itu?

Kalau kamu tumbuh di keluarga Indonesia atau Asia secara umum, kamu pasti sudah sangat familiar dengan kalimat seperti:

“Masa sama keluarga sendiri aja nggak bisa bantu?”

“Kita kan saudara, masa sih nggak bisa tolong?”

“Kamu udah sukses, bantu dong yang belum.”

Kalimat-kalimat itu, diulang terus dari kecil sehingga kemudian membentuk pola pikir bahwa kebaikan selalu berarti mengorbankan diri sendiri dan menolak keluarga dicap egois. Padahal, itu nggak selalu benar ya, HEALMates. 

Dalam diskursus psikologi budaya dan keluarga, sering disebut bahwa nilai-nilai budaya Timur, seperti komitmen tinggi terhadap keluarga, bisa mendorong perasaan tanggung jawab kuat kepada kerabat, hingga kita sulit berkata ‘tidak’. Beberapa pengamat psikologi keluarga juga berpendapat bahwa dalam tradisi budaya Timur, norma kolektivistis menempatkan keluarga sebagai pusat pertimbangan etis, suatu pola nilai yang kadang memicu konflik antara kebutuhan diri dan harapan keluarga. Akhirnya, tapi tanpa disadari, ajaran ini sering melahirkan emotional guilt atau rasa bersalah yang muncul karena takut dianggap durhaka.

Ini tentu berbeda dengan kebanyakan ajaran di budaya barat, orang diajarkan soal boundaries sejak muda sehingga ada jembatan supaya hubungan tetap sehat tanpa kehilangan diri di tengahnya.

Finansial dan Rasa Bersalah 

Masalah semakin kompleks ketika yang diminta itu soal uang. Pada banyak kasus di sekitar kita, yang paling “mapan” seringkali dianggap jadi “bank keluarga.” Kalimatnya manis, “Pinjem dulu ya, nanti aku ganti.” Tapi pengembaliannya kadang sesamar janji kampanye pejabat. Masalahnya, kita tumbuh dengan rasa tanggung jawab tinggi terhadap keluarga. Jadi ketika ada yang butuh uang dan kita menolak, rasanya seperti kita melakukan pengkhianatan.

Padahal, mungkin kita juga punya tanggung jawab ke diri sendiri. Jika konteksnya seperti ini, harus ditanamkan ke dalam diri kita bahwa menolak bukan berarti pelit. Kadang, penolakan ini juga bisa jadi salah satu bentuk kasih sayang, lho. Sebab, kita sadar bahwa membantu di luar kapasitas kita sendiri justru bisa menciptakan masalah baru.

Kenapa kita takut bilang “nggak”? Secara umum, ada tiga hal utama yang bikin kita sulit menolak permintaan keluarga:

  • Takut Dianggap Egois atau Durhaka

Budaya kita sangat menanamkan konsep bakti pada orang tua dan solidaritas keluarga sedalam-dalamnya. Jadi begitu kita menolak permintaan mereka, rasa bersalah itu langsung muncul, kayak pop-up iklan di HP jadul.

  • Takut Hubungan Jadi Jauh

Nggak sedikit dari kita yang sangat takut hubungan jadi jauh dan lebih memilih menghindari konflik dengan cara mengiyakan semua permintaan. Tapi ironisnya, justru di situlah hubungan mulai kurang sehat, karena satu pihak terus memberi dan pihak lain terus mengambil.

  • Merasa Nilai Diri Bergantung pada “Manfaat” Kita

Kita sering merasa baru berharga kalau kita bisa membantu. Padahal nilai diri nggak harus selalu diukur dari seberapa banyak uang yang kita kasih ke keluarga.

Kadang kita lupa, menolak bukan berarti memutus hubungan. Justru sebaliknya, dengan menolak kita sedang menyadari bahwa inilah cara untuk menyelamatkan hubungan jangka panjang. Kalau kita terus memenuhi semua permintaan keluarga, sampai akhirnya kelelahan dan disimpan diam-diam di dalam hati. Ujungnya? Hubungan kita dengan keluarga justru bisa jadi rusak. Tapi, kalau dari awal kita berani bilang, “Maaf, aku belum bisa bantu sekarang,” kita  justru sedang menanamkan kejujuran.Kata psikolog, batasan itu penting supaya kasih sayang tetap tulus, bukan terpaksa.

Bagaimana Cara Menetapkan Batas Tanpa Drama?

Nah, ini bagian yang agak tricky. Tapi tenang saja HEALMates, ini bisa dilatih kok. Berikut beberapa cara realistis untuk mulai menetapkan boundaries tanpa membuat suasana jadi awkward.

1. Mulai dari Kejujuran Sederhana

Kamu gak harus langsung bilang “nggak” Kadang cukup dengan jujur soal kondisimu saat ini. Contohnya, “Aku ingin bantu, tapi bulan ini pengeluaranku lagi banyak. Bisa aku bantu carikan solusi lain?” Kalimat seperti ini terdengar halus tapi tegas, dan yang terpenting kita sudah berusaha jujur.

2. Gunakan “Aku” daripada “Kamu”

Daripada bilang, “Kamu tuh minta terus,” yang bisa memicu perilaku defensif, kita mungkin bisa mengatakan, “Aku lagi berusaha jaga keuangan biar gak keteteran. Maaf ya?” Dari kalimat ini, kita bisa menekankan situasi diri kita sendiri dan tidak menyalahkan mereka.

3. Tetapkan Batas Finansial

Kalau kita tipe yang sering dimintai tolong tentang uang, mungkin kita bisa membuat rule pribadi. Misalnya, hanya membantu dalam nominal tertentu yang kita mampu, hanya membantu untuk kebutuhan penting dan mendesak seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain, atau jika sudah pernah memberi pinjaman beberapa kali dan nggak dikembalikan, kita bisa memilih untuk tidak memberikannya lagi.

4. Latih Rasa Tenang Setelah Menolak

Rasa bersalah itu memang nggak akan hilang dalam sehari. Tapi, kita bisa belajar mentoleransi rasa nggak enak itu. Setiap kali menolak, ingatkan pada diri kita bahwa, “Aku menolak untuk melindungi diriku, bukan untuk menyakiti mereka.”

5. Bangun Komunikasi Ulang dengan Keluarga

Ini adalah langkah yang penting untuk kita lakukan yakni memmbangun kembali komunikasi dengan keluarga. Mungkin kita bisa memberikan pemahaman kepada mereka bahwa, “Aku gak selalu bisa bantu uang, tapi aku bisa bantu waktu, tenaga, atau ide.” Dengan begitu, harapannya pelan-pelan, keluarga akan belajar bahwa kasih sayang nggak harus selalu berbentuk transferan.

Self-Compassion 

Pada akhirnya, kita sendiri harus menyadari bahwa kita nggak harus sempurna untuk jadi anak atau saudara yang baik. Setiap permintaan nggak harus selalu diiyakan, apalagi jika itu sudah di luar kemampuan kita. 

Budaya kita memang mengajarkan kita untuk menghormati keluarga dan itu sangat baik ya, HEALMates. Tapi, cinta yang sehat bukan soal siapa yang paling banyak berkorban dan memberi, melainkan siapa yang bisa tetap mencintai tanpa kehilangan dirinya sendiri. Menolak permintaan keluarga bukan berarti kita durhaka. Kalau kita mampu dan memang ada budget lebih untuk membantu keluarga, mungkin kita bisa bantu semampu kita. Tapi, kalau sampai permintaan itu di luar kapasitas kita dan akhirnya mengorbankan diri kita sendiri, itu justru akan menjadi kebiasaan yang kurang sehat dalam hubungan berkeluarga. Apakah HEALMates setuju? (RIW)

Bagikan :
Menolak Bukan Berarti Durhaka, Begini Cara Menyembuhkan Rasa Bersalah ke Keluarga

More Like This

Logo Heal

Kamu dapat menghubungi HEAL disini:

Heal Icon

0858-9125-3018

Heal Icon

heal@sahabatjiwa.com

Copyright © 2023 HEAL X  Sahabat Jiwa