Logo Heal

ART, MONEY & TECHNOLOGY

Art, Money & Technology

Menilik Peluang Karier Penyintas ODGJ, Bisakah Tetap Berdaya tanpa Stigma? 

Menilik Peluang Karier Penyintas ODGJ, Bisakah Tetap Berdaya tanpa Stigma? 

Oleh :

Peluang karier penyintas Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) masih menjadi isu yang menarik untuk dibahas, HEALMates. Pasalnya, ketika berbicara tentang penyintas ODGJ, banyak stigma negatif yang masih muncul di masyarakat. 

Apakah mereka bisa kembali berdaya? Bagaimana jika nanti mereka kambuh? Apakah mereka bisa produktif? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini seakan menguatkan bahwa penyintas ODGJ akan selalu dibayang-bayangi stigma negatif, terutama di Indonesia. 

Padahal faktanya, banyak kok penyintas ODGJ yang bisa kembali berdaya, punya penghasilan, bahkan jadi role model di tempat kerja. Tapi dengan catatan kalau mereka mendapatkan dukungan yang tepat, ya. Oleh karena itu, yuk HEALMates kita bahas bagaimana peluang karier penyintas ODGJ di Indonesia dan bagaimana dengan kondisi di negara lain. 

Pentingnya Pekerjaan bagi Penyintas ODGJ?

Penyakit jiwa dengan tingkat yang parah seringkali membawa dampak yang signifikan pada kualitas hidup seseorang. Harus kita akui bahwa ini bisa mengusik kestabilan finansial karena pengobatannya membutuhkan biaya, susah mendapatkan pekerjaan, terisolasi secara sosial. 

Mereka yang sudah mendapatkan penanganan dengan baik pun seringkali masih mendapatkan stigma negatif, lho. Salah satu dampak nyatanya yakni kesulitan dalam berkarier. Padahal bagi penyintas ODGJ, pekerjaan bukan hanya soal gaji. Lebih dari itu, pekerjaan ini juga bisa jadi sebuah wadah pemberdayaan sebab mereka juga ingin produktif berkarya dan bermanfaat di tengah masyarakat. Dengan bekerja, mereka bisa menemukan tujuan, kepercayaan diri, dan kembali membangun jejaring sosial. 

Sayangnya, di Indonesia kesempatan ini masih cukup jarang. Meski beberapa lembaga ada yang telah memberikan peluang pekerjaan, namun jumlahnya masih sangat sedikit. 

Dukungan Pemerintah

Kalau dikaji dari segi aturan nih, HEALMates, perlindungan hak terhadap penyintas ODGJ sebenarnya telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Dalam Undang-Undang tersebut, dijelaskan bahwa mereka perlu diberi kesempatan agar memperoleh haknya kembali. 

Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat membantu menciptakan iklim kondusif bagi ODGJ dan memberikan pelatihan keterampilan khusus yang bisa bermanfaat bagi mereka. Nah masalahnya, fakta di lapangan sangat berbeda. Para penyintas ODGJ ini masih harus bergulat dengan stigma sosial yang sangat mempengaruhi peluang mereka dalam berkarier. Jangankan bekerja di perusahaan besar, sekedar bekerja di tengah masyarakat saja mereka tidak memiliki kesempatan. Ironis ya, HEALMates? 

Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan beberapa negara di dunia. Salah satunya yakni Belanda. Di Belanda, setiap perusahaan wajib membantu karyawan yang sakit jangka panjang (termasuk karena gangguan kesehatan jiwa) untuk kembali bekerja. Aturan ini diatur dalam Wet Verbetering Poortwachter (WVP) atau hukum yang mewajibkan perusahaan dan karyawan menyusun plan of action selama 2 tahun pertama sakit.

Dilansir dari laman business.gov.nl, ada peran dokter perusahaan (arbodienst) yang menilai kondisi karyawan, memberi saran penyesuaian pekerjaan, dan mendukung proses kembali bekerja. Kalau perusahaan tidak melakukan reintegrasi dengan baik, mereka bisa dikenai denda atau perpanjangan kewajiban gaji. Jadi bukan sekadar kebaikan hati, tapi benar-benar diwajibkan hukum.

Selain itu, Belanda juga menjadi salah satu contoh negara yang mengadopsi Individual Placement and Support (IPS) dan didanai pemerintah. Metode ini adalah salah satu metode paling efektif untuk membantu penyintas ODGJ agar bisa bekerja lagi. Dengan model ini, penyintas ODGJ bisa mendapatkan pekerjaan di pasar kerja secara umum dan tidak terbatas pada pekerjaan yang dilabeli “untuk disabilitas”.

Negara lain yang juga aware tentang hal ini adalah Swedia. Negara ini bahkan terkenal dengan sistem kesejahteraan sosialnya yang komprehensif dan dukungan kuatnya bagi para  penyintas ODGJ agar bisa kembali bekerja. Salah satunya yakni lewat sjukpenning dan rehabilitasi kerja yang didanai negara. Kalau seseorang sakit mental dan tidak bisa bekerja, mereka bisa mendapat sjukpenning (sick leave allowance) yang dibayar oleh Försäkringskassan (Badan Asuransi Sosial). 

Setelah kondisinya lebih stabil, mereka akan diarahkan ke arbetslivsinriktad rehabilitering, yakni semacam rehabilitasi kerja yang fokus pada return to work. Biasanya, dokter, psikolog, dan petugas asuransi sosial bekerja sama untuk menilai kemampuan kerja yang tersisa dan membuat rencana agar mereka bisa kembali ke dunia kerja secara bertahap.

Selain itu, Swedia sudah lama menerapkan model Supported Employment yang hampir mirip IPS. Penyintas ODGJ bisa mendapatkan job coach (pelatih kerja) yang mendampingi dari proses mencari pekerjaan, wawancara, sampai adaptasi di tempat kerja. Banyak proyek ini didanai pemerintah daerah atau kerja sama dengan lembaga publik, misalnya Arbetsförmedlingen (kantor tenaga kerja nasional).

Nah HEALMates, di Indonesia kesempatan kerja dan pemberdayaan ini lebih banyak dilakukan oleh organisasi berbasis komunitas. Misalnya, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI). Organisasi ini aktif menyediakan peer support dan pelatihan keterampilan kepada penyintas Skizofrenia, lho. Mulai dari sesi dukungan rutin sampai pelatihan praktis, seperti pengoperasian Microsoft Office. Ini juga menjadi salah satu upaya untuk menambah kesiapan kerja dan literasi digital bagi mereka sekaligus mengikis stigma lewat cerita pemulihan. 

Selain itu, ada juga metode Posyandu Jiwa, seperti “Posyandu Jiwa Mentari” yang  merupakan kolaborasi Puskesmas Pemerintah Daerah. Tidak hanya screening dan edukasi, Posyandu Jiwa ini juga memberikan pelatihan kewirausahaan dan keterampilan kerja di tingkat daerah sehingga penyintas ODGJ bisa berdaya. 

Contoh lainnya yakni upaya yang dilakukan oleh salah seorang perawat bernama Mukhlis di Kebumen, Jawa Tengah yang membuka usaha sablon kaos dan memberdayakan para penyintas ODGJ sebagai karyawannya. Usaha ini bernama Koas Peduli. Para penyintas ODGJ dilibatkan dalam proses produksi, mulai dari desain, pengelolaan alat sablon, hingga pengemasan. Tak hanya itu, sebagian keuntungan dari Kaos Peduli juga didonasikan untuk Komunitas Peduli Gangguan Jiwa (KOPIGAWA), guna membiayai program pelatihan keterampilan hingga kampanye anti-stigma di masyarakat. 

Meski demikian, harus diakui bahwa infrastruktur dukungan transisi dari Pemerintah Indonesia ke dunia kerja bagi penyintas ODGJ, seperti IPS versi lokal belum semasif negara-negara maju ya HEALMates. Hanya saja, payung hukum, model komunitas, peer support, dan gerakan anti-stigma telah tersedia. 

Kita tentu berharap agar Indonesia bisa bergerak lebih jauh untuk menyediakan peluang karier bagi para penyintas ODGJ ya, HEALMates. Nggak cuma memberi ruang simpati, tapi juga disediakan sistem yang benar-benar mendukung pemulihan dan kemandirian penyintas ODGJ

Kita memerlukan kebijakan yang lebih konkret dan terintegrasi, mulai dari penerapan model Supported Employment/IPS secara luas, pelatihan kerja yang relevan dengan pasar, insentif bagi perusahaan yang merekrut penyintas, hingga perlindungan hukum yang jelas bagi pekerja dengan riwayat gangguan jiwa. Apakah HEALMates setuju?  (RIW)

Bagikan :
Menilik Peluang Karier Penyintas ODGJ, Bisakah Tetap Berdaya tanpa Stigma? 

More Like This

Logo Heal

Kamu dapat menghubungi HEAL disini:

Heal Icon

0858-9125-3018

Heal Icon

heal@sahabatjiwa.com

Copyright © 2023 HEAL X  Sahabat Jiwa